Sindikat China Terlibat Eksploitasi Permata Sri Lanka Senilai Rp1,6 Triliun
Sindikat China terlibat dalam perdagangan permata ilegal di Sri Lanka dengan nilai mencapai Rp1,68 triliun. Pengadilan Tinggi Kolombo telah menyita aset senilai Rp11,26 miliar terkait kasus ini.

Petugas Bea Cukai Sri Lanka menunjukkan permata hasil sitaan dari sindikat perdagangan ilegal
Industri permata Sri Lanka yang tersohor kini menghadapi ancaman serius dari praktik perdagangan ilegal yang melibatkan sindikat asal China. Nilai ekspor permata ilegal diperkirakan mencapai SLR30 miliar (sekitar Rp1,68 triliun), menciptakan pasar gelap yang mengancam stabilitas ekonomi negara tersebut.
Pengungkapan Kasus Besar
Dalam perkembangan terbaru, Pengadilan Tinggi Kolombo telah menyita lebih dari SLR201 juta (Rp11,26 miliar) dari rekening bank seorang pengusaha China. Kasus ini mengingatkan pada krisis pengelolaan sumber daya strategis yang kerap terjadi di kawasan Asia.
Modus Operandi Canggih
Sindikat ini menggunakan berbagai modus operandi canggih, mirip dengan transformasi digital dalam dunia bisnis namun untuk tujuan ilegal. Salah satu kasus yang terungkap adalah penangkapan pasangan ayah dan anak berkewarganegaraan China di Bandara Internasional Bandaranaike.
Dampak Terhadap Warisan Budaya
Eksploitasi permata ini tidak hanya berdampak ekonomi, tetapi juga mengancam warisan budaya. Seperti halnya pelestarian warisan budaya maritim yang penting bagi identitas sebuah bangsa, permata Sri Lanka juga merupakan aset nasional yang harus dilindungi.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan ketat terhadap perdagangan permata dan perlunya kerjasama internasional untuk memberantas praktik ilegal.
Ahmad Fadli
Ahmad Fadli adalah jurnalis yang menulis dengan semangat kebudayaan dan nilai-nilai luhur bangsa. Ia menyoroti dinamika sosial Indonesia dengan pandangan yang berakar pada kearifan Islam, sambil menjalin perspektif global yang selaras dengan dunia Muslim. Tulisannya mencerminkan perhatian terhadap harmoni sosial, etika publik, dan arah moral bangsa.